Eskalasi konflik Israel–Palestina
dimulai pada tahun 2014 setelah terjadi serangkaian peristiwa. Peristiwa-peristiwa
ini mencakup berlanjutnya pemblokiran Jalur Gaza oleh pemerintah Mesir dan
Israel, berlanjutnya serangan roket dari Gaza, gagalnya diskusi perdamaian yang
disponsori Amerika Serikat, upaya pembentukan pemerintahan koalisi oleh
faksi-faksi bersaing di Palestina, penculikan dan pembunuhan tiga remaja
Israel, penculikan dan pembunuhan seorang remaja Palestina, penangkapan hampir
seluruh pemimpin Hamas di Tepi Barat oleh Israel, dan meningkatnya serangan
roket ke Israel setelah perjanjian pencabutan blokade Gaza secara bertahap
tidak dipenuhi karena Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata sebelumnya.
Pada malam tanggal 6 Juli, serangan udara Israel di Gaza menewaskan tujuh
mlitan Hamas, sementara Hamas meningkatkan serangan roketnya ke Israel dan
menyatakan bahwa "seluruh warga Israel" merupakan "target yang
sah".Pada tanggal 8 Juli 2014, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan
Operasi Perlindungan Tepi (bahasa Inggris: Operation Protective Edge) di Jalur
Gaza.
Tanggal 13 Juli, militer Israel
melaporkan bahwa lebih dari 1.300 serangan udara Israel telah dilancarkan ke
Gaza, sementara lebih dari 800 roket telah ditembakkan dari Gaza ke Israel.
Keesokan harinya, tanggal 14 Juli, Mesir mengumumkan inisiatif gencatan senjata.
Pemerintah Israel menerima usulan ini dan menghentikan serangan untuk sementara
pada pagi 15 Juli. Akan tetapi, semua faksi Palestina, termasuk Presiden
Palestina Abbas, mengumumkan bahwa mereka tidak diberitahu soal inisiatif Mesir
ini dan baru mengetahuinya lewat media. Hamas beserta faksi Palestina lainnya menolak
"versi [perjanjian] yang sekarang."Pada tanggal 16 Juli, Hamas dan
Jihad Islam menawarkan gencatan senjata selama 10 tahun kepada Israel dengan
sepuluh syarat, sebagian besar menyinggung soal diakhirinya pemblokiran Jalur
Gaza.
Konflik ini merupakan operasi militer paling mematikan yang
pernah terjadi di Gaza sejak Intifada Kedua, meskipun jumlah korban tewas dan
persentase militan yang tewas masih belum jelas. Menurut Kementerian Kesehatan
Gaza, 1.880 warga Palestina tewas[16] and dan 10.000 lainnya cedera. Dari
jumlah tersebut, 398 di antaranya adalah anak-anak, 207 wanita, dan 74 manula.
Laporan awal untuk United Nations Office for the Coordination of Humanitarian
Affairs (OCHA) dari Protection Cluster memperkirakan bahwa 1.176 (68%) dari
1.717 korban tewas yang identitasnya sejauh ini sudah dikenali merupakan warga
sipil; 573 di antaranya (33% dari total korban tewas) adalah wanita atau
anak-anak. Israel bersikukuh bahwa sedikitnya 47% korban tewas di Gaza adalah
kombatan. Di sisi lain, 64 tentara IDF, dua warga sipil Israel, dan seorang pekerja
Thai tewas. Pasukan Pertahanan Israel
menyatakan bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai "perisai
hidup",dan pada tanggal 17 Juli UNRWA mengutuk keras kelompok yang
menyimpan senjata di salah satu sekolahnya. Pada 22 Juli, Uni Eropa mengutuk semua
"seruan kepada penduduk sipil Gaza untuk merelakan dirinya sebagai perisai
hidup."[41][42] Hamas membantah kabar bahwa pihaknya menggunakan perisai
hidup. 44% teritori Jalur Gaza ditetapkan sebagai zona kosong (no-go zone) oleh
militer Israel.
Per 5 Agustus 2014, laporan OCHA menyatakan bahwa di Jalur
Gaza, 520.000 warga Palestina (kurang lebih 30% populasi Gaza) menjadi
pengungsi, 273.000 di antaranya mengungsi di 90 sekolah.UNRWA telah mengerahkan
segala kemampuannya untuk memfasilitasi para pengungsi, dan kepadatan pengungsi
meningkatkan risiko terjadinya wabah. 1,5 juta penduduk Gaza terkena dampak
terbatasnya dan/atau berkurangnya persediaan air. 26 fasilitas kesehatan
rusak,[46] 968 rumah (64.650 orang) hancur total atau rusak parah, dan rumah
milik 33.100 orang rusak namun masih bisa ditinggali. Di seluruh Jalur Gaza,
penduduknya hanya mendapat pasokan listrik selama tiga jam per hari.
Penghancuran satu-satunya pembangkit listrik di Gaza sangat memengaruhi keadaan
kesehatan masyarakat dan mengurangi layanan air dan sanitasi; rumah sakit
semakin bergantung pada generator listrik.[butuh rujukan] Lebih dari 485.000
pengungsi dalam negeri membutuhkan bantuan pangan darurat. Menanggapi krisis
ini, OCHA meminta dana kemanusiaan darurat sebesar $390.338.824 untuk
Palestina; 43% di antaranya sudah terpenuhi pada 3 Agustus.
No comments:
Post a Comment